Kemiskinan di Papua, khususnya di Provinsi Papua, merupakan masalah kompleks yang diperburuk oleh ketimpangan sosial, ekonomi, dan budaya. Salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan dan memperkuat ketahanan keluarga di Papua adalah pemberdayaan perempuan melalui industri rumahan. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga tanpa mengabaikan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga. (Ambar Teguh, 2004:13-28) Pemerintah daerah Papua telah memberikan dukungan berupa bantuan modal awal dan sosial untuk memperkuat ekonomi keluarga, namun tantangan masih muncul terkait rendahnya partisipasi dunia usaha, organisasi masyarakat, serta kendala sosial budaya yang menghambat pemberdayaan perempuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pemberdayaan perempuan Orang Asli Papua (OAP) dalam industri rumahan di Kampung Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Pendekatan deskriptif kualitatif digunakan untuk memahami partisipasi, kemandirian, serta kemitraan perempuan OAP dalam industri rumahan, serta faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pemberdayaan mereka. Melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi, penelitian ini melibatkan berbagai informan, termasuk kepala kampung, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta perempuan OAP yang mengelola industri rumahan. Analisis data dilakukan dengan teknik triangulasi untuk memastikan keabsahan hasil penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan berbasis adat lebih interaktif dibandingkan dengan pemberdayaan berbasis gender. Program pelatihan yang diberikan berhasil meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui produk olahan berbahan dasar sagu, seperti mie sagu, brownies sagu, kue sagu, dan es krim sagu. Partisipasi masyarakat dalam program ini sangat antusias, dengan perempuan aktif berkontribusi dalam berbagi pikiran, tenaga, dan keterampilan. Pemberdayaan ini juga berhasil membangun kemandirian perempuan dalam industri rumahan. Namun, kemitraan dengan pihak lain terkendala oleh kurangnya kemampuan perempuan dalam mengikuti pola kemitraan tersebut. Faktor pendorong pemberdayaan meliputi kepercayaan diri, kreativitas, dan kesadaran perempuan terhadap pentingnya industri rumahan, sementara faktor penghambat meliputi rendahnya kerjasama antar perempuan, keterbatasan modal usaha, dan kesulitan dalam menjalin kemitraan.